-->

Penjelasan Tata Cara Niat Bacaan Hukum Hadits Pelaksanaan Sholat Jum'at

Penjelasan Tata Cara Bacaan Hukum Hadits Pelaksanaan Sholat Jum'at - Sholat Jum'at adalah sholat 2 raka'at yang dilakukan di hari Jum'at secara berjamaah setelah khutbah Jum'at setelah masuk waktu Dzuhur. Untuk dapat melakukan sholat Jum’at berjamaah, jumlah yang hadir harus minimal 40 orang dan dilakukan di masjid yang dapat menampung banyak jamaah. Allah mewajibkan shalat Jum’at pada waktu shalat Dzuhur di hari Jum'at. Sholat Jum’at merupakan salah satu syiar Islam, dimana umat Islam berkumpul sekali dalam seminggu untuk mendengarkan nasihat dan arahan dari imam Sholat Jum’at, kemudian setelah itu mereka mengerjakan sholat Jum’at.

Makin dini datang ke masjid untuk menunaikan sholat jum'at maka makin besar pahalanya. Hari Jum'at adalah hari yang paling agung dan paling mulia dalam sepekan. Allah sudah memilih hari itu dan tidak memilih hari yang lainnya. Allah sudah memberikan keistimewaan kepada hari Jum'at dengan beberapa keistimewaan seperti di bawah ini: Bahwa Allah memberikan keistimewaan kepada umat Nabi Muhammad SAW dibandingkan dengan umat lainnya. Rasulullah SAW bersabda, “Allah sudah menutup hari Jumat bagi umat lainnya sebelum kita. Allah menentukan hari Sabtu sebagai hari Yahudi, dan hari Ahad untuk orang Nasrani.

Kemudian Allah datang kepada kita dan menunjukkan hari Jumat bagi kita.” (HR. Muslim, no. 856). Pada hari Jum'at, Nabi Adam diciptakan, dan pada hari itu pula Hari Kiamat akan berlangsung. Rasulullah SAW bersabda, “Hari terbaik terbit matahari adalah hari Jum'at, hari itu Nabi Adam diciptakan, pada hari itu pula manusia akan dimasukkan ke dalam surga, dan pada hari itu pula manusia akan dikeluarkan dari surga. Dan tidak akan datang Hari Kiamat kecuali pada hari Jum'at.” (HR. Muslim, no. 854.

Penjelasan Tata Cara Bacaan Hukum Hadits Pelaksanaan Sholat Jum'at

Tata Cara Sholat Jum’at masih sama halnya dengan mengerjakan sholat pada umumnya yang diawali dengan niat dan takbir serta diakhiri dengan dua salam, hanya saja cara sholat jum'at ini di laksanakan setelah khatib selesai menyampaikan dua khutbah, yang kemudian khatib turun dari atas mimbar lalu muadzin melaksanakan iqamah sebagai tanda sholat jum'at akan segera dikerjakan. Sholat jum'at dilaksanakan sama waktunya seperti dzuhur hanya saja caranya berbeda dengan mengeraskan bacaan oleh imam sholat.

Niat Sholat Jum'at
Niat sholat jum’at bagi seorang makmum, yaitu :
أُصَلِّي فَرْضَ الُجْمَعةِ رَكْعَتَيْن أَدَاءً مُسْتَقْبِلَ الِقبْلَةِ مَأمُومًا ِللهِ تَعاليَ

“USHALLI FARDAL JUM’ATI ADA’AN MUSTAQBILAL QIBLATI MAKMUMAN LILLAHI TA’ALA.”

Niat Sholat Jum’at bagi seorang imam yaitu :
أُصَلِّي فَرْضَ الُجْمَعةِ رَكْعَتَيْن أَدَاءً مُسْتَقْبِلَ الِقبْلَةِ إمَامًا ِللهِ تَعاليَ

“USHALLI FARDAL JUM’ATI ADA’AN MUSTAQBILAL QIBLATI IMAMAN LILLAHI TA’ALA.”

Hukum I'adah
I'adah (mengulangi) dengan melaksanakan sholat dzuhur bagi orang yang berada di desa yang terdapat ta'addudul jum'at yang di perbolehkan syara' karena ada hajat/sebab sedang ia tidak tahu masjid mana/tempat di dirikanya sholat jum'at yang mana yang lebih dahulu takbirnya maka hukum i'adah dengan melaksanakan sholat dzuhur hukumnya di Sunnahkan. Namun jika tidak ada hajat maka Wajib i'adah dengan melaksanakan sholat dzuhur.

I'adah dengan melaksanakan sholat dzuhur bagi orang yang berada di desa yand di perbolehkan ta'addudul jum'at dan ia tidak mengetahui masjid mana yang takbirnya lebih dahulu maka hukumnya tidak wajib baginya i'adah/mengulangi dengan melaksanakan sholat dzuhur namun di sunahkan mengulangi dengan sholat dzuhur.kesunahan i'adah sholat dzuhur tersebut di sunahkan karena keluar dari khilaf (perbedaan pendapat) mengenai di larangnya ta'addudul jum'at dalam satu tempat/Desa.

Sedang jika ta'addudul jum'atnya yang berada dalam satu desa tersebut tanpa adanya hajat yang di perbolehkan syara' maka wajib baginya untuk sholat dzuhur,sedang bagi orang yang tidak tahu apakah ta'addudul jum'atnya karena alasan yand di perbolehkan syara' atau tidak maka wajib baginya i'adah dengan melaksanakan sholat dzuhur.
(سئل)عمن يصلي الجمعة فى مصر هذه مع ما فيها من تعدد الجمع وعدم العلم بالسابقة واللاحقة هل يجب عليه أن يصلي الظهر بعده ليتحقق براءة ذمته أم الجمع الواقعة فيها كلها صحيحة ولا يجب عليه ذالك؟(فأجاب)بأن الجمع الواقعة فى مصر صحيحة سواء أوقعت معا أم مرتبا الى أن ينتهي عسر الإجتماع بأمكنة تلك الجمع فلا يجب على أحد من مصليها صلاة الظهر يومها لكنها تستحب خروجا من خلاف من منع تعدد الجمعة بالبلد وإن عسر الإجتماع فى مكان فيه ثم الجمع الواقعة بعد انتفاء الحاجة الى التعدد غير صحيحة فيجب على مصليها ظهر يومها ومن لم يعلم هل جمعته من الصحيحات أو من غيرها وجب عليه ظهر يومها  فتاوى الرملي ج 1 ص 276
Syarat-syarat diperbolehkannya Ta'addudul jum'at.
والحاصل من كلام الأئمة أن أسباب جواز تعددها ثلاثة:ضيق محل الصلاة بحيث لا يسع المجتمعين لها غالبا,والقتال بين الفئتين بشرطه,وبعد أطراف البلد بأن كان بمحل لايسمع منه النداء,أو بمحل لو خرج منه بعد الفجر لم يدركها,إذ لا يلزمه السعي اليها إلا بعد الفجر انتهى بغية المسترشدين ص ٧٩
Adapun sebab-sebab di perbolehkanya ta'addudul jum'at,antara lain :
1. Sempitnya tempat jum'atan sekiranya tidak muat untuk jama'ah jum'at
2. Ada dua kelompok yang saling bermusuhan (tawuran:misal), yang beraqibat tidak bisa di dirikan jum'atan hanya pada satu tempat
3. Jauhnya tempat jum'atan sekiranya suara adzan tidak terdengar atau mendatangi tempat jum'atan setelah fajar ia tidak akan mendapati jum'atanya.karena ia boleh melakukan perjalanan hanya setelah fajar.

Jika melakukan sholat dhuhur setelah diselenggarakan sholat Jum'at itu karena ta'addud (jumlah sholat Jum'at yang diselenggarakan di satu kampung lebih dari satu), maka hukumnya ditafsil :
1. Apabila bilangan jama'ah sholat Jum'at kurang dari 40 orang yang memenuhi syarat, maka wajib sholat dhuhur.
2. Apabila memenuhi syarat-syarat ta'addud, maka hukumnya sunnat melakukan sholat dhuhur, untuk menghindarkan diri dari perbedaan pendapat.

بغية المسترشدين ص 80 ( مسئلة ي ) مَتَى كَمُلَتْ شُرُوْطُ الْجُمُعَةِ بِأَنْ كَانَ كُلٌّ مِنَ الْأَرْبَعِيْنَ ذَكَرًا حُرًّا مُكَلَّفًا مُسْتَوْطِنًا بِمَحَلِّهَا لاَ يَنْقُصُ فِيْهَا شَيْئًا مِنْ أَرْكَانِ الصَّلاَةِ وَشُرُوْطِهَا وَلاَ يَعْتَقِدُهُ سُنَّةً وَلاَ يَلْزَمُهُ الْقَضَاءُ وَلاَ يَبْدِلُ حَرْفًا بِأَخَرَ وَلاَ يَسْقُطُهُ وَلاَ يَزِيْدُ فِيْهَا مَا يُغَيِّرُ الْمَعْنَي وَلَا يُلْحِنُ بِمَا يُغَيِّرُهُ وَإِنْ لَمْ يَقْصُرْ فِيْ التَّعَلُّمِ, كَمَا قَالَ ابْنُ حَجَرَ خِلاَفًا لم ر لَمْ تَجُزْ إِعَادَتُهَا ظُهْرًا بِخِلاَفِ مَا إِذَا وَقَعَ فِيْ صِحَّتِهَا خِلاَفٌ وَلَوْ فِيْ غَيْرِ الْمَذْهَبِ فَتُسَنُّ إِنْ صَحَّتِ الظُّهْرُ عِنْدَ ذَالِكَ الْمُخَالِفِ كَكُلِّ صَلاَةٍ وَقَعَ فِيْهَا خِلاَفٌ غَيْرُ شَادٍ.وَيَلْزَمُ الْعَالِمُ إِذَاَ اسْتُفْتِيَ فِيْ إِقَامَةِ الْجُمْعَةِ مَعَ نَقْصِ الْعَدَدِ أََنْ يَقُوْلَ مَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ لاَ يَجُوْزُ ثُمَّ إِنْ لَمْ يَتَرَتَّبْ عَلَيْهِ مَفْسَدَةٌ وَلاَ تَسَاهُلٌ جَازَ لَهُ أَنْ يُرْشِدَ مَنْ أَرَادَ الْعَمَلَ بِالْقَوْلِ الْقَدِيْمِ إِلَيْهِ وَيَجُوْزُ لِلْإِمَامِ إِلْزَامُ تَارِكِ الْجُمْعَةِ كَفَّارَةً إِنْ رَأَهُ مَصْلَحَةً وَيُصَرِّفُهَا لِلْفُقَرَاءِ اه وَعِبَارَةُ ك وَإِذَا فَقَدَتْ شُرُوْطُ الْجُمْعَةِ عِنْدَ الشَّافِعِيِّ لَمْ يَجِبْ فِعْلُهَا بَلْ يَحْرُمُ حِنَئِذٍ لِأَنَّهُ تَلْبَسُ بِعِبَادَةٍ فَاسِدَةٍ فَلَوْ كَانَ فِيْهِمْ أُمِّيٌّ تَمَّ الْعَدَدُ بِهِ لَمْ تَصِحَّ وَإِنْ لَمْ يَقْصُرْ فِيْ التَّعَلُّمِ كَماَ فِيْ التُّحْفَةِ خِلاَفاً لِشَرْحِ الْإِرْشَادِ وم ر بِخِلاَفِ مَا لَوْ كَانُوْا كُلُّهُمْ أُمِّيِّيْنَ وَالْإِمَامُ قَارِئٌ فَتَصِحَُّ وَإِذَا قَلَّدَ الشَّافِعِيَّ مَنْ يَقُوْلُ بِصِحَّتِهَا مِنَ الْأَئِمَّةِ مَعَ فَقْدِ بَعْدِ شُرُوْطِهَا تَقْلِيْدًا صَحِيْحًا مُسْتَجْمِعًا لِشُرُوْطِهِ جَازَ فِعْلُهَا بَلْ وَجَبَ حِنَئِذٍ ثُمَّ يُسْتَحَبُّ إِعَادَتُهَا ظُهْرًا وَلَوْ مُنْفَرِدًا خُرُوْجًا مِنْ خِلاَفِ مَنْ مَنَعَهَا إِذِالْحَقُّ أَنَّ الْمُصِيْبَ فِيْ الْفُرُوْعِ وَاحِدٌ وَالْحَقُّ لاَ يَتَعَدَّدُ فَيَحْتَمِلُ أَنَّ الَّذِيْ قَلَّدَهُ فِيْ الْجُمُعَةِ غَيْرُ مُصِيْبٍ وَهَذَا كَمَا لَوْ تَعَدَّدَتِ الْجُمُعَةُ لِلْحَاجَةِ فَإِنَّهُ لِكُلِّ مَنْ لَمْ يَعْلَمْ سَبْقَ جُمُعَتِهِ أَنْ يُعِيْدَهَا ظُهْرًا, وَكَذَا إِنْ تَعَدَّدَتْ لِغَيْرِ حَاجَةٍ وَشَكَّ فِيْ الْمَعِيَّةِ فَتَجِبُ إِعَادَتُهَا جُمُعَةً إِذِ الْأَصْلُ عَدَمُ وُقُوْعِ جُمُعَةٍ مُجْزِئَةٍ وَتُسَنُّ إِعَادَتُهَا ظُهْرًا أَيْضًا إِحْتِيَاطًا _ إِلَي أَنْ قَالَ – قَدْ صَرَحَ أَئِمَّتُنَا بِنَدْبِ إِعَادَةِ كُلِّ صَلاَةٍ وَقَعَ خِلاَفٌ فِيْ صِحَّتِهَا وَلَوْ مُنْفَرِدًا, وَمَنْ قَالَ إِنَّ الْجُمُعَةَ لاَ تُعَادُ ظُهْرًا مُطْلَقًا لِأَنَّ اللهَ تَعَالَى لَمْ يُوْجِبْ سِتَّةَ فُرُوْضٍ فِيْ الْيَوْمِ وَالليْلَةِ فَقَدْ أَخْطَأَ.أه.
( Masalah Ya' ) "Tatkala syarat-syarat sholat jum'at sudah sempurna, dengan adanya empat puluh orang laki-laki merdeka, yag mukallaf, berdomisili ditempatnya, dan masing-masing tidak mengurangi sedikitpun dari rukun-rukun sholat dan syarat-syaratnya dan tidak meyakininya sebagai sholat sunah dan tidak mengharuskan meng qodho' sholat tersebut dan imam tidak mengganti sesuatu huruf dengan yang lain dan tidak menggugurkannya dan tidak menambah didalam sholat sesuatu yang merubah ma'na dan tidak melagukan huruf dengan sesuatu yang merubah ma'na meskipun orang mukallaf tersebut tidak teledor dalam belajar. Sebagaimana pendapat Ibnu Hajar berbeda dengan pendapat imam Romli. Maka tidak boleh mengulangi sholat jum'at tersebut dengan sholat dhuhur berbeda dengan apa yang apabila terjadi dalam keabsahan jum'at sesuatu perbedaan (pendapat) meskipun dalam madzhab lain, maka disunnahkan I'adah jika sholat dzuhur telah sah menurut orang yang bebeda pendapat tersebut seperti setiap sholat yang terjadi padanya perbedaan pendapat yang tidak menyimpang. Orang alim apabila dimintai fatwa mengenai pendirian sholat jum'at beserta kekurangan bilangan jama'ah sholat jum'at harus mengucapkan : "madzhab Syafi'i tidak membolehkan", kemudian apabila tidak terjadi padanya suatu kerusakan kerusakan dan bermalas-malasan pada (si alim), maka boleh baginya untuk memberi petunjuk kepada orang yang ingin mengerjakan dengan qaul qadim kepadanya dan bagi kepala pemerintahan boleh mengharuskan orang yang meninggalkan sholat jum'at membayar kifarat jika imam melihatnya sebagai kemaslahatan ( kebaikan ) dan mentasarufkan hasil kifarat tersebut kepada orang-orang fakir.

Menurut ibarat syeh Sulaiman al-Kurdi:"apabila syarat-syarat sholat jum'at itu tidak didapati menurut madzhab Syafi'i maka tidak wajib mengerjakan sholat jum'at bahkan haram karena hal itu menjumbokan dengan ibadah yang rusak. Apabila dalam jama'ah sholat jum'at terdapat orang yang buta huruf al-Qur'an yang menjadi hitungan kesempurnaan jama'ah jum'at, maka sholat jum'at tersebut tidak sah meskipun orang yang buta huruf tersebut tidak teledor dalam belajar agama, sebagaimana keterangan dalam kitab Tuhfah yang berbeda dengan keterangan dalam syarah al-Irsyad dan imam ar-Romli, berbeda dengan apa yang apabila jama'ah keseluruhannya adalah orang-orang yang buta huruf al-Qur'an sedang imamnya dapat membaca al-Qur'an maka sholat jum'ahnya sah jika orang yang yang taklid kepada imam as-Syafi'i dari para imam berpendapat dengan kebsahannya sholat jum'at beserta ketiadan sebagian dari syarat-syarat orang jum'at dengan taklid yang benar yang mengumpulkan syarat-sarat taklid, maka boleh melakukan sholat jum'at bahkan wajib.

Kemudian disunnahkan mengulangi sholat jum'at tersebut dengan sholat duhur meskipun sendirian karena keluar dari berbeda pendapat dengan orang yang melarang sholat jum'at tersebut. Karena yang benar bahwa apa yang sesuai dalam furu' itu adalah satu dan yang benar sholat jum'at itu tidak boleh berbilang. Maka dimungkinkan bahwa orang yang bertaklid kepada imam Syafi'i mengenai sholat jum'at itu adalah tidak sesuai. Ini adalah sebagaimana apabila sholat jum'at itu berbilang karena hajat, maka sesungguhnya bagi setiap orang yang tidak mengetahui sholat jum'atnya telah didahului sholat jum'at yang lain hendaklah mengulangi sholat jum'at tersebut dengan sholat duhur dan demikian pula apabila sholat jum'at tersebut berbilang tanpa hajat dan dia ragu-ragu mengenai sholat jum'at yang menyertainya maka wajib mengulangi sholat jum'at itu dengan sholat jum'at lagi karena hukum asal adalah meniadakan terjadinya sholat jum'at yang mencukupi syarat dan disunatkan mengulangi sholat jum'at dengan sholat dzuhur juga karena berhati-hati…sampai ucapan pengarang: Para imam kita telah menjelaskan dengan kesunnatan mengulangi setiap sholat yang dalam keabsahannya terjadi perbedaan pendapat meskipun sholatnya itu sholat sendirian dan orang yang berpendapat bahwa sesungguhnya sholat jum'at itu tidak boleh diulangi dengan sholat dzuhur secara mutlak karena sesungguhnya Allah ta'ala tidak mewajibkan enam kewajiban dalam sehari semalam maka orang tersebut benar-benar telah berbuat salah.

Apabila tidak memenuhi syarat-syarat ta'adud, maka di tafsil :
1. Jika takbirotul ihromnya bersamaan atau diragukan, apakah bersamaan atau ada yang mendahului, maka wajib mengulangi jum'atan lagi secara bersama-sama selama waktu sholat masih mencukupi. Jika tidak, maka jama'ah kedua masjid tersebut harus melakukan sholat dhuhur.
2. Jika takbirotul ihromnya berurutan, maka jum'atan yang takbirotul ihromnya paling dahulu, hukumnya sah, dan sunnah i'adah ( mengulangi ) sholat dzuhur. Sedang yang lain batal, dan wajib melakukan sholat dzuhur.
3. Jika takbirotul ihromnya ada yang mendahului tapi tidak jelas mana yang lebih dahulu, atau sudah jelas tetapi lupa, maka semuanya wajib melakukan sholat dzuhur.

Demikian beberapa penjelasan tentang tata cara dan hukum sholat jum'at. Dimana diwajibkan untuk kaum lelaki untuk melaksanakannya. Karena sudah tertera dalam al-qur'an dan hadits. Banyak seklai manfaatnya. Dengan kita terus beribadah kepada Allah, maka hidup kita akan tenang. Mudah-mudahan Allah  SWT memberi kita hidayah dan rahmat. Aamiin..